Riuh-rendah media dalam menyorot timnas Indonesia memiliki sisi negatif, yakni terganggunya fokus dan kenyamanan pemain. Demi label 'eksklusif', aturan pun dilanggar.
Prestasi memang jadi magnet alami untuk menarik sorotan media kepada timnas. Di bawah asuhan pelatih Alfred Riedl, pencapaian Indonesia memang perlahan menanjak sehingga bisa menembus final AFF Suzuki Cup 2010.
Meski sorotan itu bisa berarti positif karena bakal membuat publik kian mengenal dan mencintai timnasnya, tetapi sorotan yang berlebihan malah membuat pemain jadi tidak nyaman, kurang istirahat dan bisa kehilangan fokus ke pertandingan.
Saat berbincang dengan detikSport, Pemimpin Redaksi MetroTV Suryopratomo juga menyesalkan tindakan sejumlah media yang mengekspos timnas dan para pemainnya dengan berlebihan.
"Memang harusnya ada batasan. Jadi wartawan bukan hanya untuk kesenangan dirinya, harus menghormati aturan," cetus Tommy, panggilan Suryopratomo, Minggu (26/12/2010).
Sejak sorotan media mulai meningkat, Riedl sebenarnya telah membuat batasan, salah satunya adalah larangan mewawancarai pemain di hotel. Namun sejumlah media membandel dan melanggarnya.
"Kita harus menghormati aturan yang ditetapkan pelatih. Tapi sehabis partai lawan Filipina kan juga masih ada yang wawancara pemain di hotel," beber Tommy.
"Yang justru kita pertanyakan adalah kenapa PSSI begitu longgar (membiarkan)?" imbuhnya.
Tommy menyoroti hasrat besar pihak-pihak yang menginginkan laporan eksklusif, namun untuk mendapatkannya mereka melabrak aturan yang ada.
"Wartawan butuh (liputan) eksklusif, tapi eksklusif caranya jangan seperti itu," simpulnya.
Sumber: detiksport.com